loading...
Para dasarnya, kita boleh
berdoa kapan dan dimana saja. Akan tetapi, di sana ada waktu-waktu tertentu
yang mempunyai nilai lebih untuk dikabulkannya doa. Pada posting
kali ini, akan dijelaskan beberapa waktu-waktu mustajab untuk berdoa.
3. Di akhir shalat fardhu
Doa adalah termasuk ibadah. Doa adalah kebutuhan makhluk kepada Sang Maha Pencipta. Oleh karenanya, sudah semestinya kita mencukupkan dengan apa-apa yang telah dicontohkan oleh junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam pelaksanaannya.
Suatu misal, jika kita mau menggunakan pembukaan ketika hendak berdoa, maka bukalah doa tersebut dengan pembukaan yang syar’i (yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Bukan dengan pembukaan-pembukaan yang tidak syar’i (yang tidak ada tuntunannya), karena akibatnya fatal, doa kita bisa tidak dikabukan. Disisi lain, kita bisa menuai dosa karena telah mengadakan perkara yang baru dalam urusan agama. Sumber: Buletin Al Ilmu.
Diantara waktu-waktu mustajab untuk berdoa tersebut adalah:
1. Malam (lailatul) Qadar
’Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Wahai Rasulullah, apa
petunjukmu bila aku mendapati malam (laitul) Qadar itu, apa yang harus aku
ucapkan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ”Ucapkanlah
(doa):
« اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي ».
”Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai
perbuatan memberi maaf, maka maafkanlah aku.” (HR.
At-Tirmidzi, Ahmad, dan An-Nasa`i dalam Al-Kubra).
2. Di sepertiga malam yang akhir dan di waktu sahur
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan salah
satu sifat para hamba-Nya yang beriman dalam firman-Nya (artinya):
”Dan pada waktu akhir malam (waktu sahur) mereka
memohon ampun.” (Adz-Dzariyat: 18)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyatakan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
« يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ
الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي
فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي
فَأَغْفِرَ لَهُ » .
”Rabb kita Yang Maha Tinggi turun setiap malam ke
langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang akhir seraya berfirman: ’Siapa
yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku mengabulkan doanya. Siapa yang meminta
kepada-Ku niscaya Aku berikan apa yang dimintanya. Siapa yang minta ampun
kepada-Ku maka aku akan mengampuninya’.” (HR. Ibnu
Majah dan Ahmad)
3. Di akhir shalat fardhu
Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu
berkata: ”Pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam: ”Wahai Rasulullah, doa apakah yang didengarkan (dikabulkan)?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
« جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ »
”Doa yang dipanjatkan di tengah malam yang akhir dan
di akhir shalat wajib.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa`i
dalam Al-Kubra)
Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud
dengan kata ((دُبُرَ)) dalam hadits diatas. Apakah maksudnya sebelum salam atau
setelah salam dari shalat?
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam
kitabnya, Zadul Ma’ad, 1/378:
”(( وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ)) bisa jadi
maksudnya sebelum salam dan bisa jadi setelahnya. Adapun Syaikh kami (Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah) menguatkan pendapat yang menyatakan
sebelum salam.”
Sedangkan Asy-Syaikh Ibnu ’Utsaimin rahimahullah
berpandangan di akhir setiap shalat fardhu adalah sebelum salam, sehingga doa
itu dipanjatkan setelah selesai membaca tasyahhud akhir dan shalawat sebelum
mengucapkan salam sebagai penutup ibadah shalat. Beliau rahimahullah
berkata: ”Riwayat yang menyebutkan adanya doa yang dibaca di ((دُبُر الصَّلَوَاتِ
الْمَكْتُوبَات)), berarti doa itu dibaca sebelum salam. Sedangkan dzikir
yang dinyatakan untuk dibaca di ((دُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ)), maka
maksudnya dzikir itu dibaca setelah selesainya shalat. Karena Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman (artinya): ”Apabila kalian telah selesai dari
mengerjakan shalat, berdzikirlah kalian kepada Allah dalam keadaan berdiri,
duduk ataupun berbaring diatas lambung-lambung kalian.” (An-Nisa`: 103).
4. Antara adzan dan iqamah
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ ».
”Tidak tertolak doa yang dipanjatkan antara adzan dan
iqamah.” (HR. Abu Dawud).
5. Satu waktu di malam hari
Jabir radhiyallahu ‘anhuma berkata: ”Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ
اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ ».
”Sesungguhnya pada malam hari ada satu waktu yang
tidaklah bersamaan dengan itu seorang muslim meminta kepada Allah kebaikan dari
perkara dunia dan akhirat, melainkan Allah akan mengabulkan permintaan
tersebut, dan itu ada di setiap malam.” (HR. Muslim
dan Ahmad)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika
menjelaskan hadits di atas mengatakan: “Pada hadits tersebut terkandung adanya
penetapan satu waktu mustajab pada setiap malam, dan anjuran untuk berdoa di
waktu-waktu malam dengan harapan bertepatan dengan waktu mustajab tersebut.” (Al-Minhaj,
3/95).
6. Ketika terbangun di waktu malam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Barangsiapa yang terbangun di waktu malam lalu
mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ،
وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . الْحَمْدُ لِلَّهِ ،
وَسُبْحَانَ اللَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، وَلاَ
حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
Kemudian mengucapkan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Atau berdoa, maka dikabulkan (doanya). Dan jika
berwudhu’ kemudian melaksanakan shalat maka shalatnya diterima.” (HR. Al-Bukhari)
Sebagian ulama mengatakan: “Dalam keadaan seperti ini
lebih diharapkan terkabulkannya doa begitu juga diterimanya shalat
dibandingkan waktu/keadaan yang lainnya.” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi,
8/311).
7. Ketika dikumandangkannya adzan dan dirapatkannya
barisan, berhadapan dengan barisan musuh di medan tempur
Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhuma berkata:
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Dua
waktu/keadaan yang didalamnya dibukakan pintu-pintu langit dan jarang sekali
tertolak doa yang dipanjatkan ketika itu, yaitu saat diserukan panggilan shalat
(adzan) dan saat berada dalam barisan di jalan Allah (ketika berhadapan dengan
musuh di medan perang, pent).” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqy
dalam Al-Kubra).
8. Suatu waktu pada hari Jum’at
8. Suatu waktu pada hari Jum’at
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang hari Jum’at,
beliau bersabda:
« إِنَّ فِى الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ
يُصَلِّى يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَقَالَ بِيَدِهِ
يُقَلِّلُهَا يُزَهِّدُهَا».
”Sesungguhnya di hari Jum’at itu ada suatu waktu yang
tidaklah waktu tersebut bertepatan dengan seorang muslim yang sedang
melaksanakan shalat, lalu meminta kepada Allah suatu kebaikan, kecuali pasti
Allah akan mengabulkannya.” Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mengisyaratkan dengan tangannya untuk menunjukkan
singkatnya waktu tersebut. (Muttafaqun ’alaihi).
Ulama berbeda pendapat tentang batasan waktunya. Ada
yang mengatakan waktunya adalah saat masuknya khatib ke masjid. Ada yang
mengatakan ketika matahari telah tergelincir, ada yang mengatakan setelah
shalat ashar, dan ada pula yang mengatakan waktunya dari terbit fajar sampai
terbit matahari. (Al-Minhaj, 6/379).
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Zadul
Ma’ad (1/378), berpendapat bahwa pendapat yang lebih tepat dalam
permasalahan ini adalah bahwa waktunya setelah shalat ashar, berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Sesungguhnya pada hari
Jum’at itu ada suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim memohon suatu
kebaikan kepada Allah, kecuali pasti Allah akan mengabulkannya, dan waktunya
adalah setelah shalat ashar.” (HR. Ahmad).
9. Ketika sujud
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا
الدُّعَاءَ ».
”Paling dekatnya seorang hamba dengan Rabbnya adalah
ketika ia sedang sujud maka perbanyaklah oleh kalian doa ketika sedang sujud.” (HR. Muslim).
10. Doa pada hari Arafah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
« خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ ».
”Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Baihaqy)
Doa adalah termasuk ibadah. Doa adalah kebutuhan makhluk kepada Sang Maha Pencipta. Oleh karenanya, sudah semestinya kita mencukupkan dengan apa-apa yang telah dicontohkan oleh junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam pelaksanaannya.
Suatu misal, jika kita mau menggunakan pembukaan ketika hendak berdoa, maka bukalah doa tersebut dengan pembukaan yang syar’i (yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Bukan dengan pembukaan-pembukaan yang tidak syar’i (yang tidak ada tuntunannya), karena akibatnya fatal, doa kita bisa tidak dikabukan. Disisi lain, kita bisa menuai dosa karena telah mengadakan perkara yang baru dalam urusan agama. Sumber: Buletin Al Ilmu.
loading...
Labels:
Artikel
Thanks for reading Waktu Yang Mustajab Untuk Berdoa. Please share...!
0 Komentar untuk "Waktu Yang Mustajab Untuk Berdoa"