loading...
Huruf-huruf yang lazim digunakan – menulis naskah-naskah, visualisasi ide – di berbagai negara sekarang ini, seperti huruf Latin, India, Tiongkok dan lain-lain pada mulanya merupakan tanda-tanda yang sangat sederhana, yang telah ditemukan, disepakati dan digunakan generasi yang paling tua. Kemudian oleh generasi berikutnya disempurnakan dengan proses penambahan dan pengurangan sesuai kebutuhan hingga terwujud bentuk tulisan seperti yang terlihat sekarang. Demikian pula tulisan Arab – yang sekarang kerap disebut kaligrafi Al-Qur’an.
Berdasarkan bukti-bukti nyata arkeologi, tulisan Arab berasal dari tulisan Mesir kuno yang dikenal dengan hieroglyph.
Tulisan ini mengalami proses yang sangat panjang hingga mencapai
kesempurnaan dan puncak keindahaannya seperti yang kita saksikan
sekarang.8 Dari tulisan Mesir kuno, suku Finiqi (Phunicia) –
suku yang mendiami lingkungan pegunungan Libanon – menciptakan
tulisan yang disebut khat Finiqi (sesuai dengan nama sukunya) kemudian
bercabang menjadi dua bentuk tulisan, yaitu Arami (tulisan yang
digunakan suku Syam Kuno yang mendiami palestina, Syam dan Iraq) dan
Musnad (digunakan oleh suku Hunain di Yaman). Dari khat Arami lahir tulisan Nabati di Hirah dan Satranjili Suryani di Iraq. Sementara dari khat Musnad lahir khat-khat seperti: Safawi, Samudi, dan Lihyani di Arabia Utara, dan Humeiri di
Arabia Selatan. Khat Nabati yang berkembang di Hirah – dianggap
sebagai cikal bakal khat Naskhi, sedangkan khat Satranjili akhirnya
melahirkan khat Kufi yang sebelum Islam disebut Hieri.
Pendapat
yang paling dipercaya, dan disepakati banyak kalangan seperti yang
dikatakan Kamil Al-Baba, adalah bahwa orang-orang Arab telah mengambil
(mengadopsi) tulisan mereka dari suku Nabati, ras Arab yang menempati
wilayah utara jazirah Arabia di negeri Yordan dengan ibu kota Puetra.
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya inskripsi di Ummul Jimal,
Nammarah Huran Syiria, di dekat sungai Efrat Aleppo dan di pegunungan
Druzze – yang dulu termasuk wilayah kerajaan Nabati.10
Inskripsi
Ummul Jimal (tertanggal 250 dan 271 M) ditulis dengan bahasa Nabati
Arabi, inskripsi Nammarah (328 M) ditulis dengan khat Nabati Mutakhir
(tulisan yang selanjutnya berkembang menjadi bentuk kaligrafi Arab
awal), inskripsi Zabad (dekat Aleppo tahun 511-512 M) ditulis dengan
tiga bahasa: Yunani, Suryani, dan Nabati Mutakhir (Arab Kuno) dan
inskripsi Huron (568-569 M) ditulis dengan bahasa Greek dan Arab,
tulisan yang digunakan mendekati khat Naskhi.11
Dari
tulisan/khat Nabati Mutakhir bermunculan ragam nama tulisan – yang
masing-masing dinisbahkan kepada nama-nama daerah di mana tulisan
dipergunakan – seperti: Khat Hieri (di kota Hirah), Anbari (di Anbar),
Makki (di Mekkah), dan Madani (di Madinah). Dua yang terakhir kerap
disebut Hijazi, karena berada di Hijaz. Nama-nama tersebut sama sekali
tidak menunjuk kepada bentuk atau corak sendiri-sendiri yang
independen, tetapi semuanya mirip dan
berpangkal pada Nabati Mutakhir.
Dari sekian
banyak ragam tulisan, jika disimpulkan hanya terdiri dari dua bentuk
pokok, pertama, Mabsuth wa Mustaqim (bersudut-sudut, kaku dan lurus
kejur), yang termasuk ke dalam jenis tulisan ini adalah khat Kufi, dan
kedua, Muqawwar wa Mudawwar, hurufnya elastis dan cenderung lengkung
dan bundar, yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Naskhi, Tsulust
Raihani, Riq’ah dan beberapa tulisan lain di luar Kufi.
Perkembangan
kaligrafi Arab lebih lanjut yang bahkan menunjukkan kemajuan yang
sangat kontras dengan masa sebelumnya – berawal sejak datangnya Islam.
Hal ini disebabkan adanya pengaruh kuat Al-Qur’an yang mengisyaratkan
perlunya – bahkan – wajibnya belajar membaca dan menulis, di samping
suatu kebutuhan untuk merekam Al-Qur’an yang diturunkan dalam bahasa
Arab.
Pada
masa awal Islam, jenis tulisan yang dominan adalah Kufi yang
tergolong dalam bentuk mabsuth. Peranannya cukup sentral dalam
berbagai aktivitas masyarakat Arab, terutama untuk penulisan
Al-Qur’an, catatan perdagangan, surat-menyurat, dan bentuk dokumentasi
lain. Hal demikian berlanjut terus sampai pada saat poal-pola mabsuth
yang kaku telah menjenuhkan, selanjutnya bentuk medawwar yang
lebih elastis dan fleksibel mulai ditoleh. Sejak itu, Dominasi Kufi
tergeser dan bermunculanlah gaya-gaya baru yang dikreasikan para
kaligrafer pembaharu.
Salah
satunya adalah Qutbah Al-Muharrir, seorang kaligrafer Bani Umayyah
(661-750 M). Ia berhasil menciptakan lima model tulisan, yaitu: Thumar,
Jalil, Nisf, Tsulust, dan Tsulustain. Sayangnya, data-data secara
lengkap seputar kaligrafi Arab pada masa ini tidak terungkap lengkap
secara total, sebab penguasa penggantinya, Bani Abbasiah menghancurkan
peninggalan-peninggalan atas pertimbangan politis.
Bertolak
belakang dengan kondisi ini, pada masa Bani Abbasiyah (750-1258 M)
perkembangan tulis-menulis terlacak dan rupa-rupa inovasi dapat
dikenali. Al-Ahwal Al-Muharrir menemukan enam tulisan pokok (Al-Aqlam
Al-sittah), yaitu: Tsulust, Naskhi, Muhaqqaq, Rohyani, Riq’ah, dan
Tauqi. Dari sini, lalu muncul derivasi-derivasi lain, seperti: Ghubar,
Riyasi, Nisf, Majmu’, Lu’lui, Asyar, Khafif, Tsulust, dan lain-lain
Sementara
Ibnu Muqlah (272-328 H) menemukan kaidah-kaidah penulisan huruf
berdasarkan geometrik dan disebut sebagai tulisan yang berstandar
(al-Khat al-Mansub). Disempurnakan kemudian oleh muridnya, Ibnu
Al-Bawwab (w. 1022 M), dan Yaqut al-Musta’shimi (w. 1298 M). Sedangkan
raja-raja Aghlabid (800-909 M) yang membangun dinasti Islam di Barat
(mencakup bagian barat Arab, Mesir, dan Andalusia) juga
mengembangkan pelbagai jenis tulisan. Kufi menjadi Kufi Maghribi (barat)
dengan jenis-jenisnya: Qoyrawani, Andalusi, Fasi, dan Sudani. Barat
juga menghasilkan Naskhi Andalusi dan Tsulust Andalusi. Tercatat pula
kemunculan ornamen-ornamen dekoratif dengan simbol-simbol dedaunan
(foliate), bunga-bungaan atau flora (floriate), anyaman dan
gambar-gambar makhluk hidup (animate).
Dinasti Ilkan di Baghdad dan Persia (1265-1349 M) diwarnai dengan kemajuan tulisan Roihani dan
Muhaqqaq yang dipakai untuk menyalin sejumlah mushaf Al-Qur’an.
Demikian pula dinasti Mameluk di Mesir (1252-1517 M) dan dinasti Timur
di Samarkand (1369-1502 M) yang getol memperkaya gaya-gaya tersebut
dengan tambahan dekorasi serta ornamentasi dengan imbuhan warna-warna
emas. Lalu pada masa dinasti Safawi di Persia (1502-1736 M), kaligrafer
Taj Salmany menemukan gaya Farisi yang disempurnakan sebagai gaya
Ta’liq oleh Abd al-Hayy. Tercipta pula gaya Nasta’liq karya Mir Ali
Sulthan al-Tabrizi (w. 1916 M), dan gaya Sykastah ciptaan Dawisy
Abd Al-Majid Al-Thaliqani. Sementara periode dinasti Turki Usmani di
Turki (1281-1924 M) melahirkan kaligrafer-kaligrafer handal seperti:
Syaikh Hamdullah Al-Amasi (w. 1520 M) yang menyempurnakan kaedah-kaedah
sebelumnya dalam rumus-rumus baku, Hafidz Utsman (w. 1698 M) yang
menemukan gaya Diwani Jali, Hamid al-Amidi (w. 1982 M), Hasyim Muhammad
Al-Baghdady, serta kaligrafer tenar lain. Mereka semua telah
menulis banyak inskripsi, mushaf Al-qur’an dan dekorasi-dekorasi
yang menjadikan karya-karya monumental dan memberikan
kesan tulisan yang mengesankan dikalangan para pecinta seni kaligrafi.
loading...
Labels:
Artikel
Thanks for reading Pertumbuhan dan Perkembangan Kaligrafi Arab. Please share...!
0 Komentar untuk "Pertumbuhan dan Perkembangan Kaligrafi Arab"